KONFORMITAS (5) : Dasar-dasar Konformitas


Menurut Baron dan Byrne (2005) untuk dapat mengerti mengapa seseorang bisa konform terhadap kelompok disebabkan oleh:
1. Pengaruh sosial normatif.
Sumber konformitas yang dikenal dengan pengaruh sosial normatif (normative social influence), yaitu pengaruh sosial yang meliputi perubahan tingkah laku kita untuk memenuhi harapan orang lain. Jika kecenderungan kita untuk melakukan konformitas terhadap norma sosial berakar, paling tidak sebagian, pada keinginan kita untuk disukai dan diterima oleh orang lain, maka masuk akal jika apapun yang dapat meningkatkan rasa takut kita akan penolakan oleh orang-orang ini juga akan meningkatkan konformitas kita(Baron&Byrne,2005,h.62).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Janes dan Olson(2000) menunjukkan kecenderungan yang lebih besar untuk melakukan konformitas. Temuan-temuan ini memberikan dukungan tambahan bagi pandangan bahwa salah satu alasan mengapa kita melakukan konformitas adalah agar disukai oleh orang lain atau paling tidak untuk menghindari penolakan mereka(dalam Baron&Byrne,2005,h.62).
Jika kita lihat fenomena Korea saat ini, banyak orang yang akan mengubah tingkah lakunya untuk sama dengan orang lain, yaitu menyukai Korea. Pakaian mereka akan tertuju pada Korean Style, musik K-POP, menyukai berbagai makanan Korea yang belum tentu sesuai dengan selera mereka, dan bahkan belajar bahasa Korea hanya demi agar tidak ditolak oleh lingkungan di sekitarnya yang mayoritas pecinta Korea.
2. Pengaruh sosial informasional
Kita menggunakan opini dan tindakan mereka sebagai panduan opini dan tindakan kita. Ketergantungan terhadap orang lain semacam ini, pada gilirannya, sering kali menjadi sumber yang kuat atas kecenderungan untuk melakukan konformitas. Tindakan dan opini orang lain menegaskan kenyataan sosial bagi kita, dan kita menggunakan semuanya itu sebagai pedoman bagi tindakan dan opini kita sendiri. Dasar dari konformitas ini dikenal sebagai pengaruh sosial informasional (informational social influence). Hal tersebut didasarkan pada kecenderungan kita untuk bergantung pada orang lain sebagai sumber informasi tentang aspek dunia sosial (Baron & Byrne,2005, h.62-63).
Saat ini banyak orang yang berasumsi bahwa kebudaan Korea paling bagus, tak ada celahnya, maka jika ada seseorang menganggap Korea tidak bagus, tapi kemudian ia hanya bergantung pada opini publik untuk bertindak, maka ia cenderung akan conform terhadap apa yang orang-orang katakan, dan mengubah opininya menjadi kebudaayaan Korea bagus. Disebabkan oleh hal tersebutkah kebudayaan Korea menjadi semakin digandrungi, terutama dikalangan remaja.
3. Membenarkan konformitas
Asch(1951,1955) melaporkan bahwa beberapa orang yang melakukan konformitas melakukannya dengan sepenuh hati: mereka menyimpulkan bahwa mereka salah dan orang lain benar. Terdapat pula orang yang merasa bahwa penilaian mereka benar, tetapi pada saat yang bersamaan mereka tidak mau menjadi berbeda; sehingga mereka bbertingkah laku secara tidak konsisten dengan belief pribadi mereka(Baron &Byrne,2005,h.64).
Jika ada seseorang yang berasumsi bahwa kebudayaan Korea biasa saja seperti kebudayaan yang lain, dan ia yakin bahwa opininya ini benar, sementar lingkungan sosial orang tersebut justru berpendapat jika kebudayaan Korea sangat mengagumkan, maka orang tersebut cenderung untuk menyamakan suara dengan menganggap kebudayaan Korea luar biasa hanya agar ia tidak dianggap berbeda. Seperti hal itulah kebudayaan Korea menjadi sangat digemari, hanya agar seseorang tidak dianggap berbeda dengan memiliki opini yang lain, maka ia memilh untuk conform.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEORI ATRIBUSI (1) : Teori Atribusi Harrold Kelley

Auto anamnesa dan Alo anamnesa