DEWASA TENGAH (5) : Pernikahan dan Kesejahteraan
Kondisi Menikah dan Kesejahteraan dalam sampel MIDUS,
kesejahteraan laki-laki dan perempuan didapatkan dari pernikahan; tetapi
kondisi lajang terlihat menjadi paling sulit secara emosional pada laki-laki
usia paruh baya, yang cenderung lebih cemas,
sedih, atau risau dan kurang generative dibandingkan rekan
sejawat mereka yang lebih muda. Perempuan dan laki-laki yang dulunya menikah,
tidak melakukan kohabitasi, melaprkan emosionalitas yang lebih negatif
disbanding mereka yang masih dalam pernikahan pertamanya. Namun perempuan dalam
usia paruh baya dengan peran-peran nontradisional (bercerai, menikah kembali,
atau melakukan kohabitasi) mengalami lebih banyak kesejahteraan dibandingkan
mereka yang lebih muda menunjukan bahwa pengalaman hidup merupakan asset dari
perempuan dengan peran-peran seperti itu(marks et al., 2004).
Kepuasan pernikahan pola yang paling lazim bagi
putusnya pernikahan adalah dengan kematian atau bagi yang ditinggalkan melakukan
pernikahan kembali. Selama 20 sampai 24 tahun pertama pernikahan, makin lama
pasangan menikah, mereka cenderung makin kurang puas. Kemudian, hubungan antara
kepuasan pernikahan dan lamanya pernikahan mulai berbalik positif. Pada 35
sampai 44 sepasang suami istri cenderung lebih puas dibandingkan selama 4 tahun
pertama.
Kepuasan pernikahan dipengaruhi oleh kondisi mental
masing-masing pasangan. Dalam sebuah penelitian terhadap 774 pasangan menikah,
tingkat kecemasan pasangan dan terutama depresi meramalkan tingkat kepuasan
pasangan itu; dan depresi salah satu pasangan juga mempengaruhi kepuasan
pernikahan pasangannya secara negatif.
Komentar
Posting Komentar