ORIENTASI KOGNITIF (3) : Teori P-O-X Heider

Teori Heider, teori yang pertama dalam bidang ini sehingga banyak dijadikan dasar oleh teori lainnya. Teori ini berpangkal pada perasaan yang ada pada seseorang (P) terhadap orang lain (O) dan hal yang lain (X) yang ada kaitanya dengan O, X dalam hal ini tidak
hanya berupa benda mati,tetapi bisa berupa orang lain. Ketiga hal tersebut membentuk suatu kesatuan.
1)        Hubungan Antara P,O, dan X
Menurut Heider ada dua jenis hubungan dalam sistem P-O-X:
a)      Hubungan unit yang terdiri dari :
Ø  tipe U                 → dua unsur dipandang sebagai saling memiliki.
Ø  tipe bukan U      → unsur-unsur tersebut tidak saling memiliki.
Contoh, jika P menyukai O dan tidak menyukai X maka persoalan keseimbangan tidak akan timbul selama O dan X dipandang sebagai hal-hal yang terpisah satu sama lain. Namun, kalau hubungan O dan X saling memiliki timbullah perasaan seimbang dalam diri P. Sebaliknya, kalau O dan X saling berhubungan, tetapi tidak saling memiliki maka muncul keadaan yang tidak seimbang dalam struktu kognitif P.

b)      Hubungan sentimen, yang bersifat :
Ø  Positif (L)
Ø  Negatif (DL)
Hubungan sentimen dalam pihak lain adalah penilaian seseorang terhadap sesuatu. Hubungan sentimen ini ditandai dengan menyukai, memuja, menyetujui, menolak, tidak mencela, mengejek, dan sebagainya. Jika penilaian itu positif, maka simbolnya adalah L, sedangkan jika penilaian itu negative, maka simbolnya adalah DL.

2)        Keadaan Seimbang dan Tidak Seimbang
Keadaan seimbang adalah keadaan dimana unsur-unsur saling berhubungan satu sama lain secara harmonis dan tidak ada tekanan untuk berubah. Hubungan seimbang terjadi bilamana hubungan antar kedua unsur itu semua positif atau semua negatif. Dalam hubungan tiga pihak keadaan seimbang terjadi jika ketiga hubungan yang ada semuanya positif atau dua negatif dan satu positif. Jika ketiga hubungan negatif, maka situasinya meragukan (Perhatikan: semua situasi dilihat dari sudut P; keadaan seimbang atau tidak seimbang yaitu pada sistem kognisi P).
Contoh:                                                            
Hubungan dua pihak:      
1)      P memiliki X dan P menyukai X, terjadi keadaan seimbang (kedua hubungan positif).
Contoh : Ryan menikah dengan Dian, dan Ryan menyukai Dian, maka timbul perasaan seimbang dalam diri Ryan.
2)      P memiliki X (hubungan positif), tetapi P tidak menyukai X (hubungan negatif), terjadi keadaan tidak seimbang.
Contoh : Dion bertunangan dengan Eva, tetapi Dion tidak menyukai Eva, maka timbul perasaan tidak seimbang dalam diri Dion.
Hubungan tiga pihak:
1)      P menyukai O (hubungan L) dan P menyukai X (hubungan L), sedangkan O menghasilkan X (hubungan U), maka terjadi keadaan seimbang karena ketiga hubungan positif.
Contoh : Nova menyukai grup band Noah dan Nova menyukai lagu-lagu Noah, maka terjadi keadaan seimbang dalam diri Nova.
2)      P tidak menyukai O maupun X (hubungan DL/negatif) sedangkan O menghasilkan X (hubungan U/positif), maka keadaan seimbang karena ada dua hubungan negatif dan satu positif.
Contoh : Timi tidak menyukai Kangen band maupun lagu-lagunya, maka dalam diri Timi timbul perasaan seimbang.
3)      Kalau P menyukai O padahal ia tidak menyukai X dan X adalah hasil dari O maka keadaan tidak seimbang.
Contoh : Steven suka menonton pertandingan sepak bola secara langsung di stadion, tetapi ia tidak menyukai tawuran yang terkadang terjadi saat pertandingan. Maka dalam diri Steven terjadi ketidakseimbangan.

Konsekuensi-konsekuensi dari kecenderungan menuju keseimbangan :
a.       Keadaan seimbang pada umumnya labih disukai daripada tidak seimbang, walaupun kadang-kadang keadaan tidak seimbang bisa juga menyenangkan (contoh : menonton sulap, memecahkan teka-teki)
b.      Keadaan seimbang menyebabkan P menginduksikan hubungan-hubungan lain , contoh :
±        P berhubungan dengan O, induksinya P menyukai O.
±        P memiliki X, artinya P menyukai X.
±        P menyukai O, artinya p akan berhubungan dengan O.
c.       Keadaan tidak seimbang menimbulakn desakan untuk mengubah hubungan-hubungan kognitif, baik hubungan unit maupun hubungan sentimen.
Contoh : Mita membaca sebuah puisi di mading, kemudian menyukainya (hubungan L), tetapi kemudian ia mengetahui bahwa yang penulis puisi tersebut (hubungan U) adalah Siska yang dibencinya (hubungan DL). Keputusan Mita selanjutnya adalah salah satu dari kemungkinan-kemungkinan berikut :
±        Mita menganggap bahwa puisi tersebut sama sekali tidak bagus (dari L ke DL)
±        Mita menganggap jika Siska baik juga (dari DL ke L)
±        Mita menganggap bahwa mungkin Siska mengaku-ngaku penulis. Penulis yang sebenarnya bukan Siska (dari U ke bukan U).

Selain tiga cara diatas, dapat pula dengan cara mendiferensiasikan (memecah-mecah) Siska (O) ke dalam beberapa bagian. Sebagian menyenangkan (Siska sebagai penulis) dan ssebagian tidak menyenagkan (Siska sebagai teman).

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEORI ATRIBUSI (1) : Teori Atribusi Harrold Kelley

Auto anamnesa dan Alo anamnesa