TEORI ATRIBUSI (3) : Kesalahan Atribusi

Menurut Baron dan Byrne (1994) kesalahan bersumber pada beberapa hal, yaitu:
1.  Kesalahan atribusi yang mendasar (the fundamental attribution error)
Kesalahan atribusi yang mendasar ini diakibatkan kecenderungan untuk selalu memberi internal dalam melihat perilaku seeorang. Misalnya di kantor akademik fakultas
dakwah dan ilmu komunikasi, salah seorang petugasnya marah pada salah seorang mahasiswa yang ingin urusannya serba cepat, atau lebih dulu diselesaikan. Oleh karena itu mahasiswa tersebut tidak mematuhi aturan-aturan yang ada, petugas akademik tersebut marah. Orang akan mengambil kesimpulan bahwa pegawai kelurahan merupakan orang yang pemarah, tidak sabar, dan sebagainya.
Dari peristiwa tersebut perilaku yang dilihat hanya factor internal saja, namun factor eksternalnya dihiraukan. Cara mengatribusi seperti diatas mungkin tidak tepat, karena ada kemungkinan bahwa orang tersebut marah karena memang didorong oleh factor situasi atau factor eksternal, jadi bukan semata-mata factor internalnya saja.

     2.   Efek pelaku-pengamat (the actor-observer effect)
Proses persepsi dan atribusi sosial tidak hanya berlaku dalam hubungan antarpribadi, melainkan juga terjadi dalam hubungan antar kelompok, karena pada hakikatnya prinsip-prinsip yang terjadi ditingkat individu dapat digeneralisasikan ke tingkat antar kelompok.
Kesesatan disini adalah orang melihat prilaku orang lain hanya dari factor dalam, sedangkan kalau perilakunya sendiri hanya dilihatnya dari luar. Misalnya A melihat si B jatuh, si A beranggapan si B jatuh karena tidak hati-hati. Sedangkan apabila si A sendiri yang jatuh, si A akan mengatakan dia jatuh karena jalannya licin, sepatunya rusak, dan sebagainya.

                          3.   Pengutamaan diri sendiri (the self-serving bias)
Setiap orang cenderung untuk membenarkan diri sendiri dan menyalahkan orang lain. Bila orang mengalami keberuntungan, maka orang akan mengatakan itu disebabkan faktor internal, sedangkan kegagalan dirinya disebabkan faktor eksternal. Misalnya si B berhasil mendapatkan nilai yang bagus, si A akan menunjukkan bahwa si B berhasil karena si B rajin belajar, intelegensinya tinggi, dan sebagainya. Sebaliknya jika A yang mendapatkan nilai yang buruk, si A akan menunjukkan bahwa nilainya jelek diakibatkan soalnya terlalu sulit, dosennya pelit dan sebagainya.
Maka timbullah pertanyaan dibenak kita, mengapa dia melakukan demikian?
Dalam menjawab pertanyaan ini, ada beberapa pendapat, yaitu:
1)   Orang mengambil sikap demikian untuk mempertahankan harga dirinya, yaitu bahwa seakan-akan sesuatu yang tidak baik itu disebabkan dari faktor luar dirinya. Dengan demikian harga dirinya tidak jatuh.
2)   Orang mengambil sikap itu, orang lain akan tetap respek padanya, karena hal-hal yang tidak baik itu disebabkan oleh factor-faktor luar dirinya, sehingga dengan demikian masyarakat akan tetap menghargainya, dan ini disebut self-presentation.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEORI ATRIBUSI (1) : Teori Atribusi Harrold Kelley

Auto anamnesa dan Alo anamnesa