TEORI ATRIBUSI (1) : Teori Atribusi Harrold Kelley
Atribusi adalah
memperkirakan apa yang menyebabkan orang lain itu berperilaku tertentu. Menurut
Myers (1996), kecenderungan memberi atribusi disebabkan oleh kecenderungan
manusia untuk menjelaskan segala sesuatu, termasuk apa yang ada dibalik
perilaku orang lain. Apakah disebabkan faktor internal (dari dalam diri orang
tersebut) atau faktor eksternal (orang lain dan lingkungan).
Teori Atribusi yang berkembang pada tahun 1960-an dan 1970-an, menekankan
pada unsur lingkungan. Ia justru berusaha untuk tidak
memperhitungkan faktor-faktor personal dalam analisanya dan mencoba untuk
mempergunakan sebanyak mungkin faktor lingkungan atau faktor eksternal.
Atribusi didefinisikan Kelley sebagai suatu proses mempersepsikan
sifat-sifat disposisional (yang sudah ada) pada satuan-satuan (entities) di dalam suatu lingkungan (environment). Proses atribusi adalah
proses persepsi dan bahwa atribusi bisa ditujukan kepada orang atau lingkungan , atribusi bisa eksternal dan internal.
Contoh : Upin senang makan ayam goreng, maka ada dua
kemungkinan : ia menyatakan ayam goreng itu memang enak (atribusi eksternal)
atu karena ia lapar maka menyukai ayam goreng tersebut (atribusi internal).
Kelley (1967)
mendeskripsikan 4 kriteria yang kita gunakan untuk memutuskan apakah perilaku
tersebut dapat diberikan atribut kepada seseorang bukan berasal dari penyebab
eksternal (situasional) :
1.
Distinctiveness (distinksi) – perilaku dapat dibedakan dari perilaku orang lain saat
menghadapi situasi yang sama
Contoh : Upin menyukai ayam goreng yang ia makan, tetapi kurang manyukai
masakan lain yang ada di depannya. Maka Upin memiliki distinksi.
2.
Consensus (konsensus) – perilaku seseorang dibandingkan dengan orang lain,
terhadap stimulus yang sama.
Contoh : tidak hanya Upin yang menyukai ayam goreng,
tetapi orang-orang lain juga banyak yang menyukai ayam goreng. Maka Upin
memiliki konsensus.
3.
Consistency over time (konsistensi dalam waktu)– apakah perilaku diulang
di waktu yang berbeda.
Contoh : Upin akan tetap menyukai ayam goreng jika ia memakannya di lain
waktu. Maka Upin memiliki konsistensi dalam waktu.
4.
Consistency over modality (konsistensi dalam perilaku) – apakah perilaku
diulang pada situasi yang berbeda
Contoh : Upin akan tetap menyukai ayam goreng tidak hanya saat di rumah
saja, namun juga di rumah makan yang ia datangi. Maka Upin memiliki konsistensi
dalam perilaku.
Jika keempat hal tersebut terpenuhi, maka akan
terjadi atribusi eksternal. Tapi jika tidak, maka kesenangan memakan ayam
goreng tersebut akan dinyatakan sebagai akibat dari keadaan diri Upin sendiri
(atribusi internal).
Komentar
Posting Komentar